Buka Info_Informasi Kesehatan. Saat ini menkes mempercepat proses Sertifikasi
halal untuk vaksin Campak/Measles dan Rubella (MR). Vaksin MR menjadi perhatian
serius bagi Kementerian Kesehatan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Untuk itu, Kementerian Kesehatan akan segera
mengirimkan surat kepada Serum Institute of India (SII) selaku produsen
vaksin MR untuk dapat memberikan data yang dibutuhkan untuk mempercepat proses
sertifikasi halal dari vaksin MR. Demikian pernyatan Menteri Kesehatan RI, Nila
Farid Moeloek, didampingi Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Kemenkes RI, Anung Sugihantono, dan Direktur Utama PT Biofarma, M.
Rahman Roestan, usai bersilaturahmi dengan jajaran Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang diketuai oleh K.H. Maruf Amin di Gedung MUI di kawasan Proklamasi, Jakarta
Pusat, Jumat sore (3/8).
''Sertifikasi kehalalan (vaksin MR) ini kewenangan
MUI. PT Biofarma agar segera (melengkapi) dokumen kepada LPPOM MUI. Kami dari
Kementerian Kesehatan juga akan menyurati SII untuk menanyakan kembali tentang
bahan (vaksin MR)'', tutur Menkes. Pada kesempatan tersebut, Menkes Nila
Moeloek menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan akan tetap menjalankan kampanye
imunisasi MR di luar pulau Jawa dan pemberian vaksin MR pada program imunisasi
rutin di Pulau Jawa, sambil terus mempercepat proses sertifikat halal vaksin
tersebut. ''Kami tetap menjalankan kampanye imunisasi MR. Dari sisi kesehatan,
tentu kami berkewajiban untuk melindungi anak-anak dan masyarakat dari
bahayanya penyakit Campak dan Rubella'', tandas Menkes. Sebagai informasi, data
WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa Indonesia termasuk 10 negara dengan kasus
Campak terbesar di dunia. Data Kemenkes mencatat jumlah kasus suspek Campak dan
Rubella dalam lima tahun terakhir, sejak 2014 s.d Juli 2018 adalah 57.056 kasus
(8.964 positif Campak dan 5.737 positif Rubella). Di lokasi yang sama,
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, menyatakan bahwa pertemuan
yang diinisiasi oleh kedua belak pihak, baik Kemenkes maupun MUI, bertujuan
untuk menjamin hak kesehatan sekaligus keagamaan masyarakat.
Menurut Niam, aspek kesehatan tidak bisa dipisahkan
dengan aspek keagamaan, begitupun sebaliknya. Perspektif keagamaan memberikan
pendukungan yang luar biasa terhadap pelaksanaan kegiatan imunisasi sebagai
mekanisme pencegahan (wabah) penyakit berbahaya. ''Karenanya pada awal tahun
2016, MUI secara khusus melakukan pembahasan dan penetapan fatwa Nomor 4 tahun
2016 tentang imunisasi yang salah satu isinya adalah imunisasi merupakan salah
satu mekanisme pengobatan yang bersifat preventif untuk memberikan perlindungan
kesehatan bagi masyarakat itu dibolehkan dengan vaksin yang halal/suci'', ujar
Niam. Menurut Niam, vaksinasi sebagai sebuah mekanisme pencegahan itu secara
syari dibenarkan. Namun vaksin sebagai produk yang akan digunakan perlu dinilai
dan ditetapkan pula hukumnya. Ada kesepahaman dan komitmen untuk mempercepat
proses sertifikasi kehalalan vaksin MR. Langkah percepatannya, Ibu Menkes atas
nama negara meminta PT Biofarma dan meminta kepada SII secara langsung terkait
komposisi atau ingredient yang menjadi pembentuk vaksin MR, terang Niam. Dijelaskan
Niam, Komisi Fatwa MUI akan mempertimbangkan untuk percepatan proses penetapan
fatwa (bagi vaksin MR) setelah ada proses audit oleh Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) sesuai dengan
prinsip-prinsip prudensialitas yang dimiliki oleh sistem di LPPOM dan Komisi
Fatwa MUI.
''Ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, bisa
dikeluarkan sertifikat halal bila terbukti clear dari sisi bahan, tidak ada
anasir yang terbukti haram atau najis. Kemungkinan yang kedua, bila ditemukan
ada unsur pembentuknya dari najis/haram, dengan penjelasan bahwa bila tidak
diimunisasi akan mengakibatkan mudharat kolektif di masyarakat, maka terhadap
yang haram tadi bisa dibolehkan untuk digunakan, dengan catatan tidak ada alternatif
lain yang suci/halal atau bahayanya sudah sangat mendesak. Itu poin
pentingnya'', jelas Niam. Selain itu, MUI meminta Kemenkes untuk memberikan
kesempatan bagi masyarakat yang ingin menunggu fatwa MUI untuk vaksin MR dan
memilih menunda pemberian imunisasi MR bagi anaknya setelah keluarnya fatwa
tersebut. ''Hal ini sangat terkait dengan ketersediaan informasi yang
dibutuhkan, terutama ingredient atau komposisi pembentuk (bahan) vaksin
tersebut. Kalau itu tersedia, beberapa hari (fatwa) bisa selesai'', imbuh Niam.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes,
menegaskan bahwa Kemenkes tetap melaksanakan kampanye imunisasi MR di daerah
dalam kerangka pencegahan penyakit. Kemenkes memberikan kesempatan bagi
masyarakat yang memilih untuk menunggu terbitnya fatwa MUI, pemberian
vaaksinasi MR akan dilaksanakan pada kesempatan selanjutnya. Hal ini
dimungkinkan mengingat periode pelaksanaan kampanye imunisasi MR di 28 Provinsi
di luar pulau Jawa selama dua bulan (Agustus-September). ''Waktu kita kan cukup
panjang dari Agustus sampai September. Kementerian Kesehatan akan tetap memberikan
pelayanan, sambil kita percepat prosesnya'', tandas Anung. Semoga bermanfaat
bagi rekan rekan sekalian informasi ini Sumber Klikdisini.
Nice artikelnya sangat membantu sekali dan menambah wawasan bagi kita semua
ReplyDeleteterimaksih jika artikelnya bermanfaat iya
Delete