Prinsip Gizi Seimbang
Thursday, January 18, 2018
Edit
A.
Empat Pilar Gizi Seimbang
Pedoman
Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 1955 merupakan realisasi
dari rekomendasi Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun 1992. Pedoman tersebut
menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak
sesuai lagi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan
tantangan yang dihadapi. Dengan mengimplementasikan pedoman tersebut diyakini bahwa masalah gizi
beban ganda
dapat teratasi. Prinsip
Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya merupakan rangkaian upaya
untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor
berat badan secara teratur. Empat Pilar tersebut adalah:
1.
Mengonsumsi makanan beragam.
Tidak
ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan
tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya, kecuali Air
Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan. Contoh: nasi
merupakan sumber utama kalori, tetapi
miskin vitamin dan mineral; sayuran dan buah-buahan pada umumnya
kaya akan vitamin,
mineral dan serat, tetapi miskin kalori dan protein; ikan merupakan sumber
utama protein tetapi sedikit kalori. Khusus untuk bayi berusia 0-6 bulan, ASI
merupakan makanan tunggal yang sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI dapat
mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta sesuai
dengan kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya dalam tubuh.
Apakah
mengonsumsi makanan beragam tanpa memperhatikan jumlah dan proporsinya sudah
benar? Tidak.
Yang dimaksudkan
beranekaragam dalam prinsip ini selain keanekaragaman jenis pangan juga
termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak
berlebihan dan dilakukan secara teratur. Anjuran pola makan dalam beberapa
dekade terakhir telah memperhitungkan proporsi setiap kelompok pangan sesuai
dengan kebutuhan yang seharusnya. Contohnya, saat ini dianjurkan mengonsumsi
lebih banyak sayuran dan buah-buahan dibandingkan dengan anjuran sebelumnya.
Demikian pula jumlah makanan yang mengandung gula, garam dan lemak yang dapat
meningkatkan resiko beberapa PTM, dianjurkan untuk dikurangi. Akhir-akhir ini
minum air dalam jumlah yang cukup telah dimasukkan dalam komponen gizi seimbang
oleh karena pentingnya air dalam proses metabolisme dan dalam pencegahan
dehidrasi.
2.
Membiasakan perilaku hidup bersih
Perilaku
hidup bersih sangat terkait dengan prinsip Gizi Seimbang :
Penyakit
infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi
seseorang secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita
penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga jumlah dan jenis
zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang. Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh
membutuhkan zat gizi yang lebih
banyak untuk memenuhi
peningkatan metab olisme pada orang yang menderita infeksi terutama apabila
disertai panas. Pada orang yang menderita penyakit diare, berarti mengalami
kehilangan zat gizi dan cairan secara langsung akan memperburuk kondisinya.
Demikian pula sebaliknya, seseorang yang menderita kurang gizi akan mempunyai
risiko terkena penyakit infeksi karena pada keadaan kurang gizi daya tahan
tubuh seseorang menurun, sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk dan
berkembang. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi dan
penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik.
Dengan membiasakan perilaku hidup bersih akan menghindarkan seseorang
dari keterpaparan terhadap sumber infeksi. Contoh: 1) selalu mencuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum makan, sebelum memberikan ASI,
sebelum menyiapkan makanan dan minuman, dan setelah buang air besar dan kecil,
akan menghindarkan terkontaminasinya tangan dan makanan dari kuman penyakit
antara lain kuman penyakit typus dan disentri; 2) menutup makanan yang
disajikan akan menghindarkan makanan dihinggapi lalat dan binatang lainnya
serta debu yang membawa berbagai kuman penyakit; 3) selalu menutup mulut dan
hidung bila bersin, agar tidak menyebarkan kuman penyakit; dan 4) selalu
menggunakan alas kaki agar terhindar dari penyakit kecacingan.
3.
Melakukan aktivitas fisik.
Aktivitas
fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan
salahsatu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan zat gizi
utamanyasumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain
itu, aktivitas fisik juga memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh
termasuk metabolisme zat gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam
menyeimbangkan zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh.
4.
Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal
Bagi
orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi
keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya Berat Badan yang
normal, yaitu Berat Badan yang sesuai untuk Tinggi Badannya. Indikator tersebut
dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal
merupakan hal yang harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi
Seimbang’, sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan apabila
terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan
langkah-langkah
pencegahan dan penanganannya. Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan
adalah perkembangan berat badan sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya
dilakukan dengan menggunakan KMS.
B.
Gizi Seimbang untuk Berbagai Kelompok
1.
Gizi Seimbang untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
Gizi
Seimbang untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui mengindikasikan bahwa konsumsi
makanan ibu hamil dan ibu menyusui harus memenuhi kebutuhan untuk dirinya dan
untuk pertumbuhan serta perkembangan janin/bayinya. Oleh karena itu ibu hamil
dan ibu menyusui membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan
keadaan tidak hamil atau tidak menyusui, tetapi konsumsi pangannya tetap
beranekaragam dan seimbang
dalam jumlah dan
proporsinya. Janin tumbuh dengan mengambil zat-zat gizi dari makanan yang
dikonsumsi oleh ibunya dan dari simpanan zat gizi yang berada di dalam tubuh
ibunya. Selama hamil atau menyusui seorang ibu harus menambah jumlah dan jenis
makanan yang dimakan untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan bayi dan kebutuhan
ibu yang sedang mengandung bayinya serta untuk memproduksi ASI. Bila makanan
ibu sehari-hari tidak cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan, maka janin
atau bayi akan mengambil persediaan yang ada didalam tubuh ibunya, seperti sel
lemak ibu sebagai sumber kalori; zat
besi dari simpanan di
dalam tubuh ibu sebagai sumber zat besi janin/bayi. Demikian juga beberapa zat
gizi tertentu tidak disimpan di dalam tubuh seperti vitamin C dan vitamin B
yang banyak terdapat di dalam sayuran dan buahbuahan. Sehubungan dengan hal
itu, ibu harus mempunyai status gizi yang baik sebelum hamil dan mengonsumsi
makanan yang beranekaragam baik proporsi maupun jumlahnya. Kenyataannya di
Indonesia masih banyak ibu-ibu yang saat hamil mempunyai status gizi kurang,
misalnya kurus dan menderita Anemia. Hal ini dapat disebabkan karena asupan makanannyaselama
kehamilan tidak mencukupi untuk kebutuhan dirinya sendiri dan bayinya. Selain
itu kondisi ini dapat diperburuk oleh beban kerja ibu hamil yang biasanya sama
atau lebih berat dibandingakan dengan saat sebelum hamil. Akibatnya, bayi tidak
mendapatkan zat gizi yang dibutuhkan, sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya. Demikian pula dengan konsumsi pangan ibu menyusui harus
bergizi seimbang agar memenuhi kebutuhan zat gizi bayi maupun untuk mengganti
zat gizi ibu yang dikeluarkan melalui ASI. Tidak semua zat gizi yang diperlukan
bayi dapat dipenuhi dari simpanan zat gizi ibu, seperti vitamin C dan vitamin
B, oleh karena itu harus didapat dari konsumsi pangan ibu setiap hari.
2.
Gizi Seimbang untuk Bayi 0-6 bulan
Gizi
seimbang untuk bayi 0-6 bulan cukup hanya dari ASI. ASI merupakan makanan yang
terbaik untuk bayi oleh karena dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan
bayi sampai usia 6 bulan, sesuai dengan perkembangan sistem pencernaannya,
murah dan bersih. Oleh karena itu setiap bayi harus memperoleh ASI Eksklusif
yang berarti sampai usia 6 bulan
hanya diberi ASI saja.
3.
Gizi Seimbang untuk Anak 6-24 bulan
Pada
anak usia 6-24 bulan, kebutuhan terhadap berbagai zat gizi semakin meningkat
dan tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari ASI saja. Pada usia ini anak berada
pada periode pertumbuhan dan perkembangan cepat, mulai terpapar terhadap
infeksi dan secara fisik mulai aktif, sehingga kebutuhan terhadap zat gizi
harus terpenuhi dengan memperhitungkan aktivitas bayi/anak dan keadaan infeksi.
Agar mencapai gizi seimbang maka perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI
atau MP-ASI, sementara ASI tetap diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pada
usia 6 bulan, bayi mulai diperkenalkan kepada makanan lain, mula-mula dalam
bentuk lumat, makanan lembik dan selanjutnya beralih ke makanan keluarga saat
bayi berusia 1 tahun. Ibu sebaiknya memahami bahwa pola pemberian makanan
secara seimbang pada usia dini akan berpengaruh terhadap selera makan anak
selanjutnya, sehingga pengenalan kepada makanan yang beranekaragam pada periode
ini menjadi sangat penting. Secara bertahap, variasi makanan untuk bayi usia
6-24bulan semakin ditingkatkan, bayi mulai diberikan sayuran dan buah-buahan,
lauk pauk sumber protein hewani dan nabati, serta makanan pokok sebagai sumber
kalori. Demikian pula jumlahnya ditambahkan secara bertahap dalam jumlah yang
tidak berlebihan dan dalam proporsi yang juga seimbang.
4.
Gizi Seimbang untuk Anak usia 2-5 tahun
Kebutuhan
zat gizi anak pada usia 2-5 tahun meningkat karena masih berada pada masa
pertumbuhan cepat dan aktivitasnya tinggi. Demikian juga anak sudah mempunyai
pilihan terhadap makanan yang disukai termasuk makanan jajanan. Oleh karena itu
jumlah dan variasi makanan harus mendapatkan perhatian secara khusus dari ibu
atau pengasuh anak, terutama dalam “memenangkan” pilihan anak agar memilih
makanan yang bergizi seimbang. Disamping itu anak pada usia ini sering keluar
rumah sehingga mudah terkena penyakit infeksi dan kecacingan, sehingga perilaku
hidup bersih perlu dibiasakan untuk mencegahnya.
5.
Gizi Seimbang untuk Anak 6-9 tahun
Anak
pada kelompok usia ini merupakan anak yang sudah memasuki masa sekolah dan
banyak bermain diluar, sehingga pengaruh kawan, tawaran makanan jajanan,
aktivitas yang tinggi dan keterpaparan terhadap sumber penyakit infeksi menjadi
tinggi. Sebagian anak usia 6-9 tahun sudah mulai memasuki masa pertumbuhan cepat pra-pubertas,
sehingga kebutuhan terhadap zat gizi mulai meningkat secara bermakna. Oleh
karenanya, pemberian makanan dengan gizi seimbang untuk anak pada kelompok usia
ini harus memperhitungkan kondisi-kondisi tersebut diatas.
6.
Gizi Seimbang untuk Remaja (10-19 tahun)
Kelompok
ini adalah kelompok usia peralihan dari anak-anak menjadi remaja muda sampai
dewasa. Kondisi penting yang berpengaruh terhadap kebutuhan zat gizi kelompok
ini adalah pertumbuhan cepat memasuki usia pubertas, kebiasaan jajan,
menstruasi dan perhatian terhadap penampilan fisik “Body
image” pada remaja puteri. Dengan demikian perhitungan terhadap kebutuhan
zat gizi pada kelompok ini harus memperhatikan kondisi-kondisi tersebut. Khusus
pada remaja puteri, perhatian harus lebih ditekankan terhadap persiapan mereka
sebelum menikah.
7.
Gizi Seimbang untuk Dewasa
Perilaku
konsumsi pangan bergizi seimbang dapat terganggu oleh pola kegiatan kelompok
usia dewasa saat iniyaitu persaingan tenaga kerja yang ketat, ibu bekerja
diluar rumah, tersedianya berbagai makanan siap saji dan siap olah, dan
ketidak-tahuan tentang gizi menyebabkan keluarga dihadapkan pada pola kegiatan
yang cenderung pasif atau “sedentary life”,
waktu di rumah yang pendek terutama untuk ibu, dan konsumsi pangan yang tidak
seimbang dan tidak higienis. Oleh karena itu, perhatian terhadap perilaku
konsumsi pangan dengan gizi seimbang, termasuk kegiatan fisik yang memadai dan
memonitor BB normal, perlu diperhatikan untuk mencapai pola hidup sehat, aktif
dan produktif.
8.
Gizi Seimbang untuk Usia Lanjut
Dengan
bertambahnya usia, khususnya usia di atas 60 tahun, terjadi berbagai perubahan
dalam tubuh yaitu mulai menurunnya fungsi berbagai organ dan jaringan tubuh,
oleh karenanya berbagai permasalahan gizi dan kesehatan lebih sering muncul
pada kelompok usia ini. Perubahan tersebut meliputi antara lain organ pengindra
termasuk fungsi penciuman sehingga dapat menurunkan nafsu makan; melemahnya
sistem organ pencernaan sehingga saluran pencernaan menjadi lebih sensitif
terhadap makanan tertentu
dan mengalami sembelit;
gangguan pada gigi sehingga mengganggu fungsi mengunyah; melemahnya kerja otot
jantung; pada wanita memasuki masa menopause dengan berbagai akibatnya; dan
lain-lain. Hal tersebut menyebabkan kelompok usia lanjut lebih rentan terhadap
berbagai penyakit, termasuk terlalu gemuk, terlalu kurus, penyakit hipertensi,
penyakit jantung, diabetes mellitus, osteoporosis, osteoartritisdll. Oleh
karena itu kebutuhan zat gizi pada kelompok usia lanjut agak berbeda pada
kelompok dewasa, sehingga pola konsumsi agak berbeda, misalnya membatasi
konsumsi gula, garam dan minyak, makanan berlemak dan tinggi purin. Mengonsumsi
sayuran dan buahbuahan dalam jumlah yang cukup.
Baca Juga: Pedoman Gizi Seimbang Untuk Mencapai Indonesia Sehat
Baca Juga: Pedoman Gizi Seimbang Untuk Mencapai Indonesia Sehat