Sahabat sekalian kali ini akan share ilmu tentang Gangguan
obsesif-kompulsif . Bahwa yang kita ketahui gangguan obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive
disorder) adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan pikiran, impuls,
gambaran atau gagasan yang berulang dan mengganggu (obsesi) disertai dengan
upaya untuk menekan pikiran-pikiran tersebut melalui perilaku fisik atau mental
tertentu yang irasional dan ritualistik (kompulsi) Obsesi dan kompulsi
menghabiskan sejumlah besar waktu pasien (satu jam atau lebih setiap hari) dan
biasanya menyebabkan tekanan emosional yang signifikan dan menyulitkan hubungan
dengan orang lain. Gangguan obsesif-kompulsif tidak boleh dirancukan dengan
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, meskipun memiliki nama yang mirip.
Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak ditandai oleh adanya obsesi dan
dorongan, melainkan sebuah pola seumur hidup untuk bersikeras memiliki kontrol,
ketertiban, dan kesempurnaan, yang dimulai paling lambat pada usia dewasa awal.
Namun, keduanya dapat hadir pada diri seseorang.
Penanganan
Ganguan Obsesif-Kompulsif
Sahabat sekalian Dalam
kriteria DSM-IV-TR mengartikan bahwa Obsesi adalah pikiran yang berulang dan
menetap, impuls-impuls atau dorongan yang menyebabkan kecemasan, Kompulsif
adalah perilaku dan tindakan mental repetitif yang dilakukan seseorang untuk
menghilangkan ketegangan.Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive
Disorder, OCD) adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari
pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan
mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya
tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif-kompulsif
merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi oleh
repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara
berulang-ulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya.Prevalensi sepanjang
hidup gangguan obsesif-kompulsif berkisar 2,5 persen dan sedikit lebih banyak
terjadi pada perempuan dibanding pada laki—laki, prevelensi ini terjadi sebelum
usia sepuluh tahun atau pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Di antara
kasus—kasus terjadinya gangguan pada usia yang lebih dewasa, GOK sering kali
dialami setelah kejadlan yang penuh stres, seperti kehamilan, melahirkan,
konflik keluarga, atau kesulitan dipekerjaan (Kringlen, 1970; Davison, dkk.
2006: 215). Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah
a).Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home,
kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap lemah
namun masih dapat diperhitungkan), b)Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan
pada lobus frontalis, ganglia basalis dan singulum, c) Individu yang memilki intensitas
stress yang tinggi, d) Riwayat gangguan kecemasan dan depresi serta, 4)
Individu yang mengalami gangguan seksual
A. Pandangan Teori tentang Gangguan
Obsesif Kompulsif
1. Teori psikoanalisis
Bahwa Gangguan obsesi dan kompulsi
dipandang sebagai hal yang sama, yang disebabkan oleh dorongan instingtual,
seksual, atau agresil yang tidak dapat dikendalikan karena toilet training yang
terlalu keras. Alfred Adler (1931) mernandang gangguan obsesif kompulsif
sebagai akibat dari rasa tidak kompeten. Dia percaya bahwa ketika anak-anak
Lidak didorong untuk mengembangkan suatu perasaan kornpeten oleh orang Lua yang
terlalu mernanjakan atau sangat dominan, mereka mengalami kompleks inferioritas
dan seeara tidak sadar dapat melakukan ritual kompulsif uniuk menciptakan suatu
wilayah di mana mereka dapat menggunakan kendali dan merasa terampil. Adler
berpendapat bahwa tindakan kompulsif memungkinkan seseorang sangat terampil
dalam suatu hal, bahkan jika suatu hal itu hanya berupa posisi menulis di meja.
2. Dalam teori Behavioral dan Kognitif.
Teori behavioral menganggap kompulsi sebagai
perilaku yang dipelajari yang dikuatkan oleh recluksi rasa takut (Meyer &
Chesser,1970). Sebagai contoh, mencuci tangan secara kompulsif clipandang
sebagai respons pelarian yang mengurangi kekhawatiran obsesional dan ketakutan
terhadap kontaminasi oleh koioran dan kuman. Sejalan dengan itu, pengecekan
secara kornpulsifdapat mengurangi kecemasan terhadap apa pun bencana yang
diantisipasi pasien jika ritual pengecekan tersebut tidak dilakukan. Pemikiran
lain mengenai pengecekan secara kompulsif adalah bahwa hal itu disebabkan oleh
defisit memori. Ketidakmampuan untuk mengingat suatu tindakan secara akurat
(seperti mematikan kompor) atau membedakan antara perilaku aktual dan perilaku
yang dibayangkan (“Mungkin saya hanya berpikir telah mematikan kompor”) dapat
menyebabkan seseorang berulang kali melakukan pengecekan. Namun demikian,
sebagian besar studi menemukan bahwa penderita OCD tidak menunjukkan defisit
memori. Sebagai contoh, salah satu studi membandingkan pasien penderita OCD,
gangguan panik, dan orang-orang normal pada tes mengenai informasi umum. Tidak
ada perbedaan diantara ketiga kelompok dalam jumlah jawaban benar. Namun
merupakan masalah keyakinan terhadap memori seseorang dan bukan memori itu
sendiri.
3. Faktor Biologis
Encefalitis, cedera kepala, dan tumor otak
diasosiasikan dengan terjadinya gangguan obsesif-kompulsif (Jenike,1986).
Ketertarikan difokuskan pada dua area otak yang dapat terpengaruh oleh trauma
semacam itu, yaitu lobus frontalis dan ganglia basalis, serangkaian nuklei
sub-kortikal termasuk caudate, putamen, globus pallidus, dan amygdala. Studi
pemindaian dengan PET menunjukkan peningkatan aktivasi pada lobus frontalis
pasien OCD, mungkin mencerminkan kekhawatiran mereka yang berlebihan terhadap
pikiran mereka sendiri. Untuk memberikan bukti yang mendukung pentingnya dua
bagian otak yang telah disebutkan sebelumnya, Rauch dkk.(1994) menstimulasi
simtom-simtom OCD dengan memberikan stimuli yang dipilih secara khusus pada
para pasien, seperti sarung tangan kotor oleh sampah atau pintu tidak terkunci.
Aliran darah di otak meningkat pada daerah frontalis dan beberapa daaerah
ganglia basalis. Para pasien penderita OCD juga ditemukan memiliki putamen yang
lebih kecil dibanding kelompok kontrol. (Rosenberg dkk,1997).
B. Penyebab Gangguan Obsesif Kompulsif
Gangguan obsesif-kompulsif tidak ada kaitan
dengan bentuk karakteristik kepribadian seseorang, pada individu yang memiliki
kepribadian obsesif-kompulsif cenderung untuk bangga dengan ketelitian,
kerapian dan perhatian terhadap hal-hal kecil, sebaliknya pada gangguan
obsesif-kompulsif, individu merasa tertekan dengan kemunculan perilakunya yang
tidak dapat dikontrol. Mereka merasa malu bila perilaku-perilaku tersebut
dipertanyakan oleh orang yang melihatnya karena melakukan pekerjaan yang secara
berulang-ulang. Mereka berusaha mati-matian untuk menghilangkan kebiasaan
tersebut. Penyebab Obsesif Kompulsif adalah:
1. Genetik
– (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai
sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif Compulsive
Disorder).
2. Organik – Masalah organik
seperti terjadi masalah neurologi dibagian – bagian tertentu otak juga
merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh
meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD.
3. Kepribadian – Mereka yang
mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri
mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan
aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit
bekerja sama dan tidak mudah mengalah.
4. Pengalaman
masa lalu – Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara seseorang
menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD.
5. Gangguan
obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat kecemasan
sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga
menunjukkan gejala yang mirip dengan depresi.
6. Konflik – Mereka yang
mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari
masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja,
keyakinan diri.
C. Gejala Gangguan Obsesif-Kompulsif
Gejala ditandai dengan pengulangan (repetatif)
pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan
berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-kompulsif
harus memenuhi kriteria:
1. Perilaku
dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau
didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa
perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi
kecemasan.
2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh
oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas
tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil.
3. Pikiran
dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau
kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan
mengurangi stres yang dirasakannya.
4. Obsesi
(pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerus
dalam beberapa kali setiap harinya.
5. Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan
dalam diri penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau
secara signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau
suatu hubungan dengan orang lain.
D. Perilaku Gangguan
Obsesif-Kompulsif
Individu yang mengalami gangguan
obsesif-kompulsif kadang memilki pikiran intrusif tanpa tindakan repetatif yang
jelas akan tetapi sebagian besar penderita menunjukkan perilaku kompulsif
sebagai bentuk lanjutan dari pikiran-pikiran negatif sebelumnya yang muncul
secara berulang, seperti :
1. sering
mencuci tangan (washer) karena ketakutan terinfeksi kuman
2. Memeriksa
sesuatu (checker) seperti rasa cemas akan kemalingan, memeriksa pintu apakah
sudah dikunci apa belum.
3. Mandi dan menggosok badannya secara berkali-kali
dengan sabun disinfektan (cemas akan bakteri atau kuman yang dapat membuatnya
terinfeksi)
4. Memeriksa
kompor berulang-ulang apakah sudah dimatikan (cemas akan kebakaran)
5. Memeriksa toilet apakah ada binatang atau
serangga hidup di dalamnya atau terjatuh kedalam toilet (cemas untuk membunuh
makhluk hidup)
6. Mengulang pekerjaannya berkali-kali apakah
sudah bagus (kecemasan perfeksionis)
7. Memeriksa
mobilnya berkali-kali selama perjalanan (kecemasan unutuk tidak melukai orang
lain)
8. Menyisir
berkali-kali di depan cermin (cemas akan penampilan tidak rapi)
9. Mengulang
berhitung berkali-kali (cemas akan kesalahan pada urutan bilangan)
10.
Mengkoleksi atau menimbun barang
E.
Terapi dan Bantuan bagi Penderita Gangguan Obsesif-Kompulsif
Terapi bagi penderita Gangguan Obssif-Kompulsif
sampai sekarang ini adalah Psikoterapi, Terapi tingkah laku dan Farmakologi
atau Biologi
1.
Terapi Psikoanalisis
Terapi psikoanalisis untuk obsesif kompulsif
mirip dengan fobia dan kecemasan menyeluruh, yaitu mengangkat represi dan
memberi jalan pada pasien untuk menghadapi hal yang benar-benar ditakutkannya.
Karena pikiran yang menggangu dan perilaku kompulsif melindungi ego dari
konflik yang ditekan, serta, keduanya merupakan target yang sulit untuk
intervensi terapeutik, dan prosedur psikoanalisis serta psikodinamika terkait
tidak efektif untuk menangani gangguan ini (Esman,1989). Salah satu pandangan
psikoanalisis mengemukakan hipotesis bahwa keragu-raguan yang tampak pada sebagian
besar penderita obsesif-kompulsif berasal dari kebutuhan terhadap kepastian
benarnya suatu tindakan sebelum tindakan tersebut dilakukan (Salzman,1985).
Dengan demikian, pasien harus belajar untuk mentoleransi ketidakpastian dan
kecemasan yang dirasakan semua orang seiring mereka menghadapi kenyataan bahwa
tidak ada sesuatu yang pasti atau dapat dikendalikan secara mutlak dalam hidup
ini. Fokus akhir dalam terapi tetap berupa insight atas berbagai penyebab
simtom
2.
Pendekatan Behavioral: Pemaparan dan
Pencegahan Ritual (ERP-Exposure and Ritual prevention)
Pendekatan behavioral yang paling banyak
digunakan,dinilai cukup efektif bagi lebih dari separuh pasien penderita OCD
dan diterima secara umum untuk ritual kompulsif, dalam metode ini (kadang disebut
flooding) seseorang memaparkan dirinya pada situasi yang menimbulkan tindakan
kompulsif, kemudian menghindari untuk tidak melakukan ritual yang biasa
dilakukannya. Asumsinya adalah bahwa ritual tersebut merupakan penguatan
negatif karena mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh suatu stimulus atau
peristiwa dalam lingkungan. Mencegah seseorang melakukan ritual akan
memaparkannya pada stimulus yang menimbulkan kecemasan sehingga memungkinkan
terhapusnya kecemasan tersebut. Kadangkala pemaparan dan pencegahan ritual ini
dilakukan melalui imajinasi, terutama jika tidak memungkinkan untuk
melakukannya secara nyata, contohnya, bila seseorang percaya bahwa ia akan
sakit parah apabila tidak melakukan ritual tertentu
3.
Terapi Perilaku Rasional Emotif
Beberapa bukti mendukung efektivitas terapi
perilaku rasional emotif untuk mengurangi OCD (a.l., Emmelkamp &
Beens,1991). Pemikirannya adalah membantu pasien menghapuskan keyakinan bahwa
segala tindakan yang mereka lakukan harus mutlak memberikan hasil sempurna.
Terapi kognitif dari beck dapat bermanfaat (Van Oppen dkk.,1995). Dalam
pendekatan ini, pasien didorong untuk menguji ketakutan mereka bahwa sesuatu
yang mengerikan akan terjadi jika mereka tidak melakukan ritual kompulsif.
Jelaslah, bagian ini tidak terpisahkan dalam terapi kognitif semacam itu adalah
pemaparan dan pencegahan respon (atau ritual), karena untuk mengevaluasi apakah
tidak melakukan ritual kompulsif akan memberikan konsekuensi yang mengerikan,
pasien harus menahan diri untuk tidak melakukan ritual tersebut
4.
Penanganan Biologis
Obat-obatan yang menigkatkan level serotonin,
seperti SSRI dan beberpa tricyclic, merupakan penangan biologis yang paling
sering diberikan kepada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Kedua
kelompok obat-obatan tersebut telah memberikan hasil yang menguntungkan,
walaupun perlu dicatat bahwa suatu kajian terhadap penanganan farmakologis oleh
dua psikiater merendahkan pentingnya ERP sebagai pendekatan baris pertama
(Rauch&Jenike,1998) . Beberapa studi menunjukkan bahwa antidepresan
trycilic kurang efektif dibandingkan ERP (balkom dkk.,1994), dan suatu studi
terhadap antidepresan menunjukkan perbaikan ritual kompulsif hanya pada pasien
OCD yang juga menderita depresi (Marks dkk.,1980). Dalam studi lain, manfaat
antidepresan trycilic bagi OCD ternyata hanya berjangka pendek;penghentian obat
ini memicu 90 persen tingkat kekambuhan, jauh lebih tinggi daripada pencegahan
respon (pato dkk.,1988). Diatas segalanya gambaran mengenai efektivitas
antidepresan trycilic tidak pasti. Penelitian menunjukkan bahwa penghambat
pengembalian serotonin, seperti fluoxetin (Prozac), menghasilkan perbaikan
lebih besar bagi pasiien OCD dibanding placebo atau trycilic (Kronig
dkk.,1999). Tetapi ternyata simtom-simtom akan terjadi kembali jika pemakaian
dihentikan.
Usaha-usaha dalam rangka pertolongan kepada
penderita reaksi obsesif-kompulsif harus lah mencakup berbagai unsure sebagai
berikut :
1. Menolong
penderita membedakan antara pikiran dan perbuaatan, serta belajar bersikap
wajar terhadap hasrat-hasrat yang terlarang.
2. Menolong
penderita belajar membedakan antara bahaya atau ancaman yang nyata dan yang
khayal serta mereaksinya secara tepat dan efektif
3. Menolong
penderita belajar menahan dorongan untuk melakukan tindakan-tindakan
obsesif-kompulsif, yakni dengan menerapkan prinsip perkuatan.
Hanya sekian informasi
yang dapat saya share kepada sahabat sekalian semoga banyak bermanfaat bagi
sahabat semua, jika ingin informasi lebih lanjut kunjungi di www.bukainfo.tk ini link tentang bagaimana
untuk hidup sehat hygiene perseorangan dan lain-lain sekian dan terimakasihhh
mantap info yang diberikan
ReplyDeleteterimakasih sahabat sekalian
Deleteterimakasih sahabat sekalian
Deletesaya sering minum obat sakit kepala, apakah ini memicu kecemasan juga? hampir setiap minggu saya minum obat
ReplyDeletebanyak orang saat ini maunya yang instan, sakit kepala minum obat, sebenar minum obat terus menerus tidak baik jga bagi kesehatan, sehingga kita jadi resisten terkena penyakit
Deleteijin bookmark ya gan, mau lanjut baca dirumah, oh iya nih saran aja tolong rapikan bagian paragrafnya gan biar bacanya jadi nyaman :)
ReplyDeleteterimakasih saranya.
Delete